Senin, 06 Juli 2009

Inspiratif - Tip Top Supermarket


*Kebakaran itu Ternyata Cobaan*

*Majalah Tarbawi*
**Edisi 16 Th 2 31 Januari 2001 M / Syawal 1421 H

*Saya lahir pada tahun 1933, di
Padang, Sumatera Barat. Alhamdulillah sejak kecil orang tua mendidik saya
dengan ajaran Islam yang ketat. Ayah saya berlatar pedagang. Sejak saya
kecil,
ia juga mendidik saya untuk berdagang. Sekaligus mengajarkan *akhlaq*
berdagang.

Suatu saat tanpa disadari, ayah saya kurang
mengembalikan uang pembeli. Tetapi pembeli itu diam saja dan berlalu. Lekas
dipanggilnya orang itu. Sewaktu saya bertanya mengapa dikembalikan sisa
uangnya
sedangkan orang itu tidak tahu. Ayah menjawab, Allah Maha Tahu. Sikap
demikian
akhirnya tertanam dalam hati nurani saya.

Sewaktu baru berumur 11 tahun, saya sudah
diberinya sejumlah uang. “Kamu mau dagang apa,
terserah,” ujarnya lembut. Setiap pulang “berdagang”, saya melaporkan
pendapatan saya. “Berapa kamu dapat ? Bagus,”
pujinya. Waktu itu saya berinisiatif menjual kelapa. Dengan menggunakan
gerobak, saya membeli kelapa di rumah penduduk, dan menjualnya ke pasar
dengan
jarak tempuh sampai 10 km.

Tapi ayah tetap mengutamakan pendidikan
formal. “Jangan tinggalkan sekolah.”itu selalu
ia tekankan. Lulus SMA saya meneruskan studi ke Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia. Setelah lulus, saya bekerja sebagai Direktur BPD. Saya sudah
bertekad, suatu saat harus mandiri. Setelah tujuh tahun bekerja di BPD, saya
menolak diperpanjang masa jabatan. Saya merasa inilah titik awal permulaan
usaha saya. Saya mesti berdiri di atas kaki sendiri.

Maka sejak 1967, saya mulai menekuni berbagai
bidang usaha. Hingga sepuluh tahun kemudian, sewaktu mencoba bisnis properti
kecil-kecilan, saya sadar, usaha itu sudah tidak bisa lagi saya kembangkan.
Lalu pada tahun 1978, saya memutuskan keliling Eropa, melakukan “studi
banding”, apa sih yang sebaiknya saya kembangkan. Akhirnya saya menemukan,
yang
pokok diperlukan manusia itu sandang dan pangan. Ternyata siapa yang
bergerak
di bidang itu, asalkan mempraktekkan teori-teori yang benar, dapat
berkembang.

Pada tahun 1979, mulailah saya membuka TIP TOP
di Rawamangun. Waktu itu hanya toko kecil, semacam mini market. Saya memulai
dari bawah, dari nol. Luas lantainya hanya 400 M2. Saya juga pergi ke
pasar-pasar tradisional membeli bawang, cabai langsung sama mbok-mbok
penjualnya. Ini berlangsung sekitar dua tahun. Bagi saya ini banyak
hikmahnya,
saya jadi tahu perputaran arus barang mulai dari bawah.

Sejak awal saya sudah mematok mini market itu
harus berdasarkan prinsip-prinsip Islami. Bukan hanya tidak menjual daging
babi
dan minuman keras, tetapi saya juga selektif memilih barang. Misalnya daging
sapi atau ayam, kalau harganya terlalu murah, atau tidak jelas memotongnya
Islami atau tidak, saya tolak. Bagi saya justru nmencurigakan kalau harganya
terlalu murah, dari mana dapat daging itu? Jadi barang-barang yang tidak
jelas
asal usulnya tak mau saya terima. Saya juga perlu melihat langsung tempat
pemotongan hewannya.Saya berusaha mem*protect* , agar hanya barang yang *
halal*
dan *thoyyib* saja yang dijual.

Saya juga mencoba mengikuti bagaimana nabi
berdagang, tentunya sepanjang yang saya ketahui. Nabi Muhammad berdagang
sesuai
dengan hati nuraninya, tidak mau menipu, mencelakakan atau menganiaya orang.
Ini saya coba terapkan. Bagi saya kalau sudah cukup untung 2 sampai 3 %
jangan
mengambil 5 atau 10 %. Setahu saya prinsip dalam Islam itu, carilah
pendapatan
secukupnya untuk dirimu. Jadi walaupun barangnya halal, tapi kalau harganya
mahal, bagi saya tidak baik, dan tidak Islami juga jadinya.

Ternyata dasar Islami ini mendapat respon
positif dari masyarakat. Tip Top mendapat sambutan di luar dugaan saya.
Perkembangannya demikian cepat, bagaikan air bah saja. Lahan seluas 400 M2
itu
tidak mencukupi. Tiap tahun saya harus memperluas , dengan membongkar bagian
rumah saya di samping mini market.

Tahun 1985, Tip Top sudah berubah jadi Pasar
Swalayan, dengan luas 3000 M2 dan kenaikan penjualan 20 hingga 30 kali
lipat.
Berdasarkan pemantauan kami, pelanggannya tidak hanya yang tinggal di
Rawamangun saja, tapi meluas hampir di seluruh Jakarta Timur. Saya merasa
ini
tak lain karena ridlo Allah. Dengan kesadaran ini, saya semakin takut untuk
keluar dari jalur Islami. Tawaran dari supplier barang yang tidak Islami,
misalnya minuman keras, bukannya tidak ada. Bahkan fasilitasnya mudah dan
keuntungannya besar. Saya tetap menolak semuanya.

Hingga pada Juni 1991, Allah menguji saya.
Kebakaran besar tiba-tiba menimpa Tip Top.Semuanya habis terbakar.
Inventaris,
stok-stok barang, gedung, ludes terbakar semuanya. Tak ada lagi yang
tersisa.
Hingga menjelang shubuh, api yang mengamuk sejak jam satu malam masih
berkobar.
Pemadam kebakaran boleh dibilang minim bantuannya, karena sedang terjadi
kebakaran juga di Jatinegara.

Sewaktu melihat api yang menjilat-jilat itu,
saya sempat berfikir, apakah ini hukuman atau cobaan dari Allah. Bagi saya,
kalaupun ini hukuman, saya tetap bersyukur. Berarti Allah masih berkenan
memperingatkan saya dan masih memberi kesempatan saya memperbaiki diri.
Sewaktu
api masih mengganas, saya pulang untuk sholat shubuh. Setelah sholat,
rasanya
muncul cahaya, bahwa ternyata itu bukan
hukuman. Tapi cobaan dari Allah. Saya yakin seyakin-yakinnya bahwa pada
waktu
itu saya dicoba.

Pagi hari para karyawan berdatangan. Tak pelak
lagi mereka terkejut, sedih, bahkan menangis. Saya hadapi mereka, saya
sampaikan
apa yang saya yakini. *Bahwa kita sedang dicoba oleh Allah, apakah mampu
atau
tidak kita melewatinya. Kalau mampu, kita akan “naik kelas”. Kalau tidak,
malah
akan ditutup segala pintu rizki oleh Allah.* Sayapun sudah bertekad, harus
bangkit kembali.

Setelah musibah itu, tanpa saya duga sama
sekali, pihak Pemda meminta Tip Top
harus berdiri kembali. Jam sepuluh pagi sesudah kebakaran itu, mereka
bilang,”Kalau perlu buka saja disini(*areal Pemda-red*).
Kalau pun mau membangun kembali di tempat lama, apa kesulitannya, kami yang
akan urus.” Saya sangat terharu. Rasaya mereka *kok* lebih berkepentingan
daripada kami.

Wakil Gubernur saat itu menanyakan, berapa
karyawan yang teraniaya akibat kebakaran itu. Saat itu ada sekitar 200
karyawan
yang menggantungkan hidupnya pada Tip Top. Ternyata ia menyampaikan, mereka
akan disantuni Pemerintah DKI.. “Kalau soal ijin dan
lainnya, saudara tidak usah khawatirkan. Pemerintah DKI akan berada di
belakang
saudara.” ujarnya pada saya. Itu suatu *support *luar biasa yang
sama sekali tidak saya duga sebelumnya. Tambah kuat keyakinan saya bahwa ini
cobaan dari Allah. Masalah-masalah setelah kebakaran rasanya dimudahkan saja
oleh-Nya.

Hal lain yang juga di luar dugaan saya, adalah
mudahnya saya memperoleh pinjaman dalam jumlah sangat besar, buat membangun
kembali Tip Top. Pertolongan- pertolongan yang tidak disangka sama sekali,
ternyata saya dapatkan dengan mudah. Saya pikir itulah kehendak Allah.
Sebagai
manusia, saya dengan sendirinya sangat terharu dengan karunia Allah ini.

Sekitar dua minggu kemudian, Tip Top dibangun
kembali. Di areal lama. Bulan September, *separoh*
dari supermarket sudah dapat dibuka kembali. Saat itu hutang saya kepada
supplier mencapai dua milyar lebih. Tapi, Alhamdulillaah, mereka tetap
percaya
kepada kami. Walaupun hutang itu belum bisa dibayar, mereka tetap mensupli
kami
dengan barang-barang baru.

Pada Februari 1992, keadaan kembali seperti
semula,. Setelah enam bulan sebelumnya kami bekerja siang dan malam. Dengan
sendirinya kami mengalami berbagai pembaharuan.. Bergerak dengan semangat,
kemampuan, situasi serta keadaan yang baru. Ternyata para pelanggan juga
tidak
meninggalkan kami. Akhirnya, masih pada tahun 1992 itu, semua hutang saya
pada
supplier sudah bisa terbayar. Suatu hal yamg tak saya sangka. Saat itu
kembali saya disadarkan, kalau Allah
berkenan memberi rizki, dengan mudah saja Ia berikan.

Pada tahun 1992, seseorang tiba-tiba
menawarkan sebidang tanah seluas dua hektar di
Bogor. Awalnya, saya sempat pikir-pikir, apa gunanya. Tapi kembali saya
merenung,
barangkali Allah mau menguji saya, mampukah saya mengambil manfaat dari
tawaran
tanah itu. Akhirnya tanah itu saya beli. Pada tahun 1993 saya dirikan Panti
Yatim Piatu.

Pada tahun itu pula saya dapat membuka cabang.
Padahal, terus terang, saya juga tidak tahu dari mana uangnya. Saya juga
heran, *kok* bisa.
Padahal baru dua tahun saya terkena musibah. Agaknya itu yang Allah
janjikan,
kalau engkau dekat dengan-Ku, Aku lebih dekat. Ternyata cabang Tip Top itu
pesat perkembangannya. Pada tahun 1999 kami membuka cabang di kawasan
Tangerang. Insya Allah pada tahun 2001 kami akan membuka satu atau dua
cabang
lagi. Di setiap cabang itu, kami tetap menegakkan prinsip awal, yaitu
supermarket berjiwa Islami.

Terhadap suppiler dan pembeli, sikap jujur
tetap saya utamakan. Itu merupakan modal pokok usaha. Supplier men*suply*
barang puluhan milyar. Bagaimana mungkin mereka percaya, kalau saya tidak
jujur. Pernah pula datang seorang pembeli yang mengeluhkan harga barang
kami.
Menurutnya, ternyata di tempat lain, ada barang serupa dengan harga lebih
murah. Boleh jadi kami tertipu, “tertidur” atau pedagang lain berusaha men-*
cut* prinsip
kami. Setelah kami cek dan benar harga di sana lebih murah, kami kembalikan
selisih harganya kepada pembeli itu.

Kini, kami mulai mempunyai anak-anak angkat,
mereka ingin bergerak di bidang usaha ini tapi tidak tahu caranya. Mereka
kami
bimbing, tanpa memperhatikan unsur komersialnya. Kalau sudah berkembang,
kami
lepas. Sekarang sudah ada beberapa yang sudah bisa dilepas. Bahkan sudah
membuka
cabang-cabang mini marketnya.

Kami berusaha tetap eksis di Indoensia ini.
Tentunya nanti akan lebih banyak lagi ”serbuan”
pesaing yang masuk, setelah AFTA 2003. Tapi, insya Allah kami bisa
menghadapi
itu. Dan saya yakin seyakin-yakinnya, Allah akan melindungi usaha-usaha yang
diridloi-Nya.

Ke depannya, cita-cita saya, saya sangat ingin
membuka supermarket di dekat Masjidil Haram atau Masjid Nabawi.

Sekali lagi, saya sangat bersyukur, orang tua
menganut Islam yang baik dan mengupayakan saya demikian juga. Yang saya
sayangkan mereka keburu berpulang, dan belum sempat menikmati hasil kerja
keras
dan rizki Allah pada saya. Saya belum sempat menyenangkan mereka. Tapi Allah
sudah memutuskan. Saya hanya bisa berdoa, mudah-mudahkan mereka mendapat
tempat
layak di sisi-Nya.

Kini, saya mempunyai generasi penerus,
putra-putri saya. Insya Allah usaha ini akan jatuh ke tangan yang benar.
Jangan
sampai goyah membawa prinsip Islam dalam
perjalanan selanjutnya. Saya optimis, Insya Allah, usaha-usaha apapun,
termasuk swalayan yang berada dalam koridor Islam, akan dapat berkembang
terus.

3 komentar:

  1. Perjalanan hidup yang hikmah dan mengesankan
    semoga menjadi spirit buat pembaca yang lain.
    semoga Allah meridhoi kita semua.....

    BalasHapus
  2. Ya Allah, semoga Kau perbanyak generasi yang Islami seperti Bapak diatas. Saya sangat berminat menjadi anak angkat bisnis dari TIPTOP, mohon saya dapat diinfo no telp dan alamat yang dapat saya hubungi. Alamat email saya : nursihwati_ht @yahoo.com. Terima kasih


    Nursihwati

    BalasHapus
  3. alhamdulillah..
    saya sangat berminat untuk menjadi anak angkat bisnis TIPTOP,, mohon saya dapat alamat dan no tlp yang dapat saya hubungi,,, tolong e mail saya di frisma.aditya@yahoo.com

    BalasHapus

www.rumahcetak.com -- cetak, design, template