Senin, 18 Mei 2009

Peluang Usaha dan Bisnis Prospek Bisnis Sajadah Kain Perca


Sekelompok arsitek di Jakarta merintis memproduksi kain sajadah (alas solat) berbahan kain perca. Ekslusifitas dan sentusan seni yang tinggi membuat produk ini, banyak diminati orang termasuk konsumen dari Jepang.
Ingin membantu mengangkat kesejahteraan masyarakat kecil melalui teknologi untuk rakyat merupakan keinginan mulia. Tapi, ketika keinginan untuk mewujudkannya selalu terhalang oleh berbagai kendala, maka keinginan itu pun menjadi pepesan kosong alias harapan kosong yang mengawang-awang. Hal ini sangat disadari para arsitek yang tergabung dalam PII (Persatuan Insinyur Indonesia). Alhasil, mereka lalu banting kemudi dengan terlebih dulu mengangkat kehidupan orang-orang di sekitar mereka berkantor yaitu di kawasan Warung Buncit, Jakarta Selatan, baru memikirkan bisnis yang lain. Pertanyaan selanjutnya adalah bidang bisnis/kerja apa yang perlu dilakukan. Maka memproduksi sajadah dari bahan perca adalah salah satu pilihannya.

“Lingkupnya yang kecil-kecil saja dulu. Yang sederhana saja tapi bisa melibatkan mereka secara langsung. Akhirnya, terpikir kegiatan menjahit, kegiatan yang paling familiar di kalangan masyarakat kelas sosial ekonomi apa pun. Kebetulan, saya tertarik dengan dunia jahit menjahit meski saya tidak dapat menjahit, cuma bisa mendesain. Untuk workshopnya, saya menggunakan sebagian ruangan kantor kami ini,” kata Liliana Djamaluddin, pebisnis sajadah dari kain perca.

Dengan satu orang karyawan, yang kebetulan istri seorang petugas keamanan (SATPAM) yang bekerja di kantor mereka dan mesin jahit pinjaman orangtua, Lili, demikian wanita ini disapa, dan rekan-rekannya mulai mendesain sajadah. Mengapa sajadah dan bukan baju? “Busana itu merupakan produk yang sifatnya sudah umum. Sedangkan sajadah lekat dengan desain, dunia yang kami geluti, sehingga ketrampilan kami sebagai arsitek juga dapat dituangkan di sini. Walhasil, sajadah yang kami buat berbeda dengan sajadah pada umumnya,” ujarnya.

Bukan apa-apa, sajadah yang diberi merek Zahra ini tidak terbuat dari tenunan benang, tetapi potongan-potongan (bukan perca atau sisa-sisa, red.) kain satin, sutra, dan synil impor yang disambungkan satu sama lain, sehingga mirip dengan lukisan tiga dimensi. “Kami pernah mencoba menggunakan kain katun, tapi kesan yang muncul pucat dan datar. Sedangkan bahan bermotif terkesan biasa, sangat berbeda dengan bahan-bahan yang kami gunakan yang terkesan eksklusif. Perlu juga saya tekankan di sini bahwa motif sajadah kami menonjolkan permainan cahaya dan warna. Selain itu, di sini tidak sekadar menyambung dan menumpuk, melainkan juga memasukkan busa ke dalam sambungan antarkain sehingga bagian yang satu tampak lebih menonjol daripada yang lain. Juga penempatan warna kain yang inovatif, sehingga terkesan yang satu berada di depan yang lain, padahal sebenarnya posisi potongan-potongan bahan ini berdampingan,” katanya, panjang lebar.

Di samping itu, dalam pembuatannya, sajadah yang satu berbeda dengan sajadah yang lain baik dalam desain, gabungan antarkain yang digunakan, maupun detil-detil lainnya. “Tidak ada duplikat dalam sajadah-sajadah kami. Kami ingin Zahra tampak eksklusif, mengingat harganya tidak murah dan bahan yang digunakan merupakan bahan-bahan impor. Kami juga ingin membuat konsumen kami merasa spesial, sebab hanya dia yang memiliki desain semacam itu,” ucapnya. Untuk itu, Lili sangat ketat dalam kendali mutu. “Untuk soal yang satu ini, saya belum bisa mendelegasikannya kepada para karyawan saya,” tambah perempuan yang mengaku sangat detil dengan sense ini.

Sajadah yang lebih tebal daripada sajadah pada umumnya dan memiliki teknik quilting yang menarik ini, semula dibuat dengan tiga ukuran yaitu besar (64 cm x 111 cm), sedang (57 cm x 98 cm), dan seukuran kepala (40 cm x 40 cm). Dalam perkembangannya, tinggal sajadah besar yang dijual dengan harga Rp375 ribu (untuk desain sederhana) dan Rp395 ribu (untuk desain rumit), serta sajadah kepala seharga Rp125 ribu. Dalam penjualannya, saat Idul Fitri, Idul Adha, dan menjelang puasa bisa mencapai lebih dari 250 sajadah. Jumlah ini di luar penjualan Zahra yang dititipkan ke butik-butik muslimah dengan sistem konsinyasi.

Untuk meningkatkan penjualan “bisnis” yang dibangun dengan modal Rp5 juta, Zahra dibuatkan kemasan khusus untuk gift perkawinan, ulang tahun, atau hantaran perkawinan. “Untuk kemasan dengan boks khusus, kami tambahkan biaya Rp25 ribu,” ujarnya. Selain itu, juga mengikuti pameran minimal dua kali dalam setahun, terutama menjelang lebaran dengan menampilan desain-desain baru yang sketsanya dibuat dengan menggunakan komputer.

Mahal? “Tidak juga, karena harga yang saya tetapkan bukan ditentukan oleh bahan dasarnya, juga bukan pada masalah pintar menjahit atau membuat patchwork, melainkan lebih pada ide, detil, dan sense menggabungkan aneka warna kain sehingga menghasilkan efek tertentu,” kata Lili yang dalam sebulan memproduksi 36 sajadah, di luar pesanan, dengan perubahan desain setiap enam bulan sekali.

Alas salat yang ide gambarnya banyak mengambil dari buku arsitektur Islam ini, kini tersebar ke Surabaya, Sulawesi, Medan, dan (berikutnya) Malaysia. Uniknya, sebagian peminatnya, terutama konsumen non muslim dari Jepang dan Taiwan, membeli Zahra untuk menghiasi dinding rumah mereka dengan cukup menambahinya dengan slot (lubang) untuk tempat kayu masuk.

“Bisnis” ramai-ramai ini dibangun pada 2003 dan enam bulan kemudian ditake over oleh Lili karena kesibukan masing-masing pelakunya. Meski hampir berumur tiga tahun, Lili belum berani menyatakan bahwa usaha yang kini memiliki tiga karyawan ini pure bisnis, melainkan masih sekadar membuka lapangan kerja yang sebagian hasil penjualannya disumbangkan ke berbagai panti asuhan.

Ke depannya, Lili berencana merekrut karyawan lebih banyak lagi, sehingga dapat membantu kehidupan mereka dan menyumbang lebih banyak lagi ke berbagai panti asuhan. Di samping itu, juga ingin menambah jumlah desain agar dapat selalu selangkah lebih maju. “Tapi saya tidak akan mempatenkan Zahra, karena hal ini tidak menjamin desain saya tidak akan ditiru,” katanya. Menolong menjadi indah bila tidak diikuti dengan pamrih, sekali pun kadang dicurangi.

(disadur dari forum KG)

2 komentar:

  1. bisa mesen dimana utk sajadah ini? terima kasih

    BalasHapus
  2. Silahkan cek di website ini http://sajadahzahra.multiply.com

    BalasHapus

www.rumahcetak.com -- cetak, design, template